Informasi dan Komunikasi
Materi 24 Juli ini sama dengan 14 dan 21 Juli 2013 lalu hanya ada yang sedikit direvisi dan akan direvisi kembali
Assalaamu‘alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh, Diduga bahwa upaya “Revitalisasi dan pelestarian salah satu kultur” (sejak 2005) dapat dikatakan gagal. Maka dibutuhkanlah masukan tentang “Kultur” tersebut, bagaimana baiknya?
Yaitu: a) apakah lebih baik tetap diupayakan sebagaimana sebelumnya? b) apakah dipilih mana yang lebih banyak hadits shahih-nya, sesuai dengan dasar Islam menurut para ahli tafsir dan tidak rawan saja? Dengan uraian berikut:
Kami menduga bahwa di Jember terdapat atmosfir yang belum diketahui cara penyesuaiannya, bahkan upaya “Revitalisasi dan pelestarian salah satu kultur” yang dimaksud sejak tahun 2005 belum diperoleh. Sehingga dapat dikatakan gagal.
Dan diduga bahwa juga terdapat jaringan kebal hukum yang sulit ditembus walaupun menggunakan materi informasi dan komunikasi yang (dengan tembusan) sudah mencapai 109 (seratus sembilan) surat, selama 8 (delapan) tahun lebih.
Karena sepertinya pokok acuan bingkai budayanya adalah hanya dari Nahwu dan Sharraf ibarat komparasi dan manajemen diawali oleh komunikasi menggunakan “Pemberitahuan dan Permohonan” dan “Bagaimana?” yakni bukan “Begini!”.
Diantara contoh konkritnya adalah sekitar 1970-an tradisi kami mengandung “Sistem Pertanggungjawaban dan Mediasi Sentral Berjenjang Secara Emosional Tanpa Mengabaikan Rasional Untuk Tata Cara Perilaku dan Pola Interaksi”.
Setelah dibantu wawasan (I) sejak 1982 pernah berwujud konkrit (1985-1990) yaitu walaupun kegiatan fisik tetap digerakkan dan dibingkai oleh perasaan. Namun sejak 1991 kami tidak mampu menghadapi ujian, sehingga terjadi berantakan.
Sejak 1992 dicarikanlah solusi namun ibarat pemadam kebakaran. Jadi sejak 1998-2001 mulai dirasa ada kemunduran, bahkan sejak sekitar 2002 diduga muncul permasalahan-permasalahan lain, yang juga akibat hal-hal jauh sebelumnya.
Oleh karena itu, maka diadakanlah identifikasi masalah sejak 2003, pencarian wawasan (III) sejak 2004, dan pengiriman surat sejak 2005 menggunakan beberapa tembusan, yang juga sebagai metode untuk minta maaf dan bermusyawarah.
Namun sampai penulisan ini “Kebutuhan” belum diperoleh dan diduga banyak kebuntuan, jebakan, sandera dilema, dan lain-lain. Seperti: a) jika menggunakan “Kultur”, apa dan siapa saja jaminan untuk sesuai, tidak sesat, dan lain-lain?
Tetapi b) apabila menggunakan istilah “Formal”, apa dan siapa saja jaminan untuk sesuai dengan dasar dan/atau keyakinannya? c) apabila menggunakan istilah “Islam”, apakah sudah siap berkomunikasi beserta metodenya secara global?
Ini mengingat teman kami dan tenaganya sudah semakin habis, pemahaman semakin kabur (yang juga akibat kesenjangan dan miskomunikasi berkepanjangan), semakin terlambat dan mendesak, dan kebutuhannya semakin berkembang.
Untuk itu, dibutuhkanlah pencarian sistem dan metode belajar mencari ilmu dan pengetahuan yang sesuai di saat-saat proses bergulir dan munculnya upaya-upaya yang sesuai dengan harapannya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
Yaitu ada yang sangat: a) mempertahankan jejak leluhur, b) tidak menyukai bid’ah, c) peduli terhadap Pancasila dan UUD 1945, d) mempelajari babat/kitab Jayabaya, dan e) optimis akan kepemimpinan Islam ‘Alaa Minhajinnubuwwah.
Namun diduga bahwa pembodohan, kemunafikan, kesenjangan, krisis, pengkaburan, serupa tidak sama, dan/atau lainnya, dan/atau diantaranya menggeser “Bagaimana?” menjadi “Begini!”, dan tanpa “Pemberitahuan dan Permohonan”.
Diantara contohnya adalah diduga bahwa ada yang menbawa-bawa seputar Pondok Pesantren Al-Wafa Tempurejo ~ Jember, padahal walaupun kami pernah belajar di tempat tersebut masih belum berani membawanya pada website ini.
Karena diduga bahwa jati diri “Al-Wafa” (tersebut) masih simpang-siur. Apalagi kadang namanya dibawa-bawa oleh pihak-pihak yang menurut kami walaupun dari “Katanya” bertentangan dan/atau beda dengan sebagaimana penafsiran kami.
Namun sulit diklarifikasi, apalagi diduga bahwa diantara sulitnya pembahasan materi bersama para ulama, umara, dan ahlinya secara terbuka dan dokumentasi, yaitu kekhawatiran akan terbongkarnya beberapa pembodohan di masyarakat.
Padahal (yang dikatakan) PP Al-Wafa tersebut (jika tidak bubar) dibandingkan dengan “Islam” secara global hampir dapat dikatakan tidak ada apa-apanya karena hanyalah salah satu “Kultur” diantara salah satu aliran di dalam agama “Islam”.
Bagaimana dengan “Islam” (sentralnya) ? Betapa harusnya diperjuangkan dan dipertahankan dan betapa wajarnya rintangan-rintangan harus dilalui serta pengorbanan yang harus direlakan. Karena (ia) sudah lebih dari 1400 tahun.
Mengingat kesulitan, kebuntuan, dan lain sebagainya maka sejak menjelang tutup tahun dibutuhkanlah “Membangun pertanggungjawaban yang nyambung” dan “Membangun sambungan pertanggungjawaban” bersama “Pencarian format”.
Oleh karena itu (walaupun kami termasuk yang rusak di Jember ini, [tapi mohon doanya mudah-mudahan mendapat rizqi kesempatan untuk bertaubat]) kami membutuhkan masukan atas dilema yang menjadi “Pertanyaan”, diantaranya:
a) apakah “Kultur” tersebut lebih baik diupayakan sebagaimana sebelumnya (walaupun sudah dalam keadaan kondisi kritis)? dan apa jaminan untuk menghindari kedok, penyalahgunaan, pengkaburan, serupa tidak sama, dan sebagainya?
b) apakah “Kultur” tersebut lebih baik dipilih yang lebih sesuai dengan dasar Islam (berdasarkan pendapat para ahli tafsir sedunia), yang lebih banyak hadits shahih-nya, yang lebih disepakati oleh ulama dan yang lebih tidak rawan saja?
Perlu diketahui bahwa “Islam” melalui Nabi Muhammad S.A.W. merupakan rahmat (perlindungan, kedamaian, kasih sayang, dan sebagainya) bagi seluruh alam bukan hanya adu argumen dan kekuatan, penguasaan tanpa haq dan lain-lain.
Sehingga (W) dibutuhkanlah kepedulian dan sebagainya, dan dengan ini pula dibutuhkanlah upaya pemenuhan target “Materi” bersama, agar semua tahu tentang “Kewajiban”, “Hak”, “Kebutuhan”, “Kebaikan”, “Kebenaran”, dan sebagainya.
Juga dibutuhkan agar yang benar tidak merasa menang dan yang salah tidak dipermalukan (karena kami yang sangat malu). Jadi mencari kebaikan berdasarkan “kebenaran” tanpa mengabaikan pertimbangan nilai “kebenaran”-“kebenaran”.
Menurut rencana 29 Syawal 1434/5 Sept ‘13 akan diadakan evaluasi setahun web bertepatan dengan wafatnya ..... ..... ..... ..... (pendiri Pondok Pesantren [yang dikatakan] Al-Wafa) yang menurut penafsiran kami juga penggagas ..... ..... .....
Pada th. 1997-2001 acara haul tersebut diadakan namun diduga mengandung hal-hal yang tidak sesuai atau rawan, maka sementara dihentikan. Untuk itu evaluasi tahunan tersebut perlu dipikir tentang Mashlahah x Mafsadah, dan acaranya.
Berikut kami mengajukan syarat minimal jika evaluasi tahunan “Web” diadakan yaitu (apabila): a) hal-hal yang positif terdahulu dapat diteruskan dengan selektif, b) tidak keluar dari Islam (yang sebenarnya dan semestinya), c) berkontribusi positif pada masyarakat, d) tidak mengabaikan pertimbangan sejarah setempat (Nusantara), dan e) dipandang positif di hadapan umat Islam seluruh dunia. Apabila tidak terpenuhi maka dikhawatirkan menambah perpecahan dan sebagainya. Berikut pertanyaan (tentang logo-logo, skema, dan yang dimaksud di dalamnya) tapi mohon maaf jika masukan-masukan seolah-olah tidak diperhatikan, karena berkaitan dengan lainnya.
Yaitu: 1) apakah membahayakan? dan apa saja yang membahayakan? 2) apakah tidak baik? 3) apakah biasa-biasa? 4) apakah relatif baik? 5) apakah dibutuhkan? 6) apakah tidak dibutuhkan karena sudah ada lainnya atau yang ditunggu sudah muncul? Namun kepada siapa kami berkomunikasi? Juga disampaikan bahwa: 1) mohon maaf (tanpa mengubah isi dan dimaksud “Materi” surat-surat), 2) mohon koreksi dan rambu-rambu, 3) apabila ada yang tidak jelas dan lain-lain terlebih jika ada hal-hal yang tidak diinginkan agar segera menghubungi kami. Atas berkenannya diucapkan terima kasih (W) Wassalaamu‘alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh
MATERI KHUSUS UNTUK TEMAN DEKAT 24 JULI 2013
Assalaamu‘alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh,
Diduga bahwa upaya “Revitalisasi dan pelestarian salah satu kultur” berisi “sistem pertanggungjawaban dan mediasi sentral berjenjang secara emosional tanpa mengabaikan rasional untuk tata cara perilaku dan pola interaksi” (Juni ‘05 - Mei ‘13) dapat dikatakan gagal mengingat dugaan-dugaan. Antara lain sebagai berikut:
1) tanpa “Pemberitahuan dan Permohonan”, 2) hilangnya semangat tanpa sombong à rawan keterlambatan / perpecahan, 3) tanpa “Al-‘Ilmu”, 4)“Bagaimana?” menjadi “Begini!”, 5) hilangnya pertanggungjawaban, sehingga perlu ada pemilahan untuk selamanya (tanpa merasa paling benar) tapi untuk pertanggungjawaban.
Apalagi seputar istilah PP Al-Wafa Tempurejo ~ Jember acap kali terbawa-bawa. Namun ketika ingin diklarifikasi jati dirinya, seperti menggunakan pembahasan beberapa poin isi beberapa kitab (karena sepertinya dahulu tidak lepas dari ulama dan umara/pemerintah) diduga beberapa tokoh di Jember ini belum berkenan.
Bahkan walaupun banyak peristiwa / isu seperti bom Bali, isu aliran sesat, kriminalisasi, dan lain-lain sulit untuk mendapat kejelasan dan kepastian seperti istilah teroris, radikal, mafia hukum, penistaan agama, dan merongrong atau menjual agama. Padahal tradisi kami menganjurkan untuk tahu, agar tidak terjerumus.
Untuk gambaran pegangan sementara (disaat terseret ombak/lava tanpa tahu arah) kami menunggu proses bergulir dan masukan dari panjenengan melaui “Web”www.pencarianstandaretikadanakhlak.com (sebagai salah satu media untuk belajar “Al-‘Ilmu”), karena tidak diketahui kepada siapa/dimana saja turunnya “Ilham”.
Tentang “Web” kalau permulaannya (29 Syawal 1434) cukup hanya 2-5 orang saja (karena selain dari kebutuhan kami sekeluarga dan teman-teman dekat, yaitu hanyalah membantu sebagian kecil diantara perjuangan atau Jariyah Almarhumiin), tapi evaluasinya mungkin membutuhkan beberapa orang (sebagai parameter).
Jika ada yang ingin mendoakan agar perlahan / di hati saja terlebih diduga jati diri yang dikatan “Al-Wafa” tersebut masih simpang siur, yang penting terlebih dahulu bagaimana agar tidak terjadi pengkaburan, serupa tidak sama, saling terganggu, saling kecewa, saling terjanjikan tanpa pertanggungjawaban, dan sebagainya.
Apalagi “Harapan-harapan” sedang bergulir seperti: 1) sistim kepemimpinan Islam yang disuarakan di Suriah / “Media Umat” / “Suara Islam”, 2) Imam Mahdi, 3) Satrio Piningit / Ratu Adil, 4) Pemilu 2014, dan 5) lainnya. Maka kami hanya salah satu pengharap sambil belajar (“Ngajih”) di saat-saat banyaknya peristiwa ini.
Juga diharapkan agar yang sama segera terdapat penyamaan dan yang beda terdapat penyatuan agar perlindungan, kedamaian, kasih sayang, dan lain-lain dari-Nya lebih dapat dirasakan di dunia terutama di Nusantara ini sebagaimana juga ada yang mengatakan “Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo”.
Juga disampaikan mohon maaf (dari kami sekeluarga) atas kelancangan dan sebagainya (terutama sejak menjelang Idul Fitri ini). Apabila ada yang membutuhkan informasi lebih lanjut atau berkenan memberi masukan, agar melaui “Web” / “FB” www.pencarianstandaretikadanakhlak.com. Atas segalanya diucapkan terima kasih.
Wassalaamu‘alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Kepada sesama senior agar tidak merasa gengsi walaupun tentang internet dibantu oleh yunior, yang kadang belum cukup tahu tatakrama karena kekurangan mesti ada, dan datangnya kebenaran tidak diketahui manusia. Apabila tidak ada yang saling memberatkan, mungkin ini diantara pembiasaan pendidikan menggunakan “Saling pengertian”.
File Aslinya: